PANDEGLANG|sergap24.com – Sorotan tajam kini diarahkan kepada kinerja Kepala Dapur Program Sekolah Penggerak Gizi (SPPG) di Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang. Sosok yang memegang peran sentral dalam menjamin ketersediaan bahan makanan berkualitas dan bernutrisi untuk peserta program ini, kini mulai dipertanyakan komitmennya dalam menjaga standar mutu makanan, Kamis (18/9/2025).
Meskipun tanggung jawab pengadaan bahan makanan dijalankan bersama pihak yayasan, Kepala Dapur memiliki posisi strategis untuk memastikan kesesuaian antara bahan makanan yang dibeli dengan daftar menu gizi yang telah ditetapkan. Namun, sejumlah narasumber yang enggan disebutkan namanya mulai mempertanyakan konsistensi dan kualitas bahan makanan tersebut.
Dalam beberapa pekan terakhir, laporan informal dari orang tua siswa dan relawan lapangan menyebut adanya penurunan kualitas bahan pangan—mulai dari sayuran yang tampak layu, hingga bahan protein hewani yang disebut-sebut tidak lagi memenuhi standar kandungan gizi yang semestinya.
Seorang wali murid, sebut saja Asminah (nama samaran), mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses pengadaan bahan makanan yang dinilainya tidak transparan.
“Kami heran dengan kandungan gizi menu MBG yang disajikan kepada siswa. Katanya Program Makan Bergizi, tapi tidak sesuai dengan apa yang diberikan kepada penerima,” ujarnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, meskipun surat permintaan klarifikasi telah dilayangkan oleh redaksi detikPerkara.
Kritik yang muncul tidak lantas ditujukan untuk menjatuhkan nama baik individu maupun lembaga, namun sebagai bentuk kontrol publik atas pelaksanaan program sosial yang berkaitan langsung dengan kesehatan dan masa depan anak-anak.
Kasman, salah satu kontrol sosial asal Patia, menyoroti pentingnya transparansi dalam setiap tahap pengadaan bahan makanan. Ia menekankan bahwa keterbukaan adalah kunci untuk menjamin keberlangsungan program.
“Transparansi dalam rantai pasok bahan makanan adalah fondasi dari program gizi yang berkelanjutan. Jika memang ada kendala, lebih baik dibuka secara jujur dan dicarikan solusi bersama, bukan ditutup-tutupi,” tegas Kasman.
Lebih lanjut, Kasman berharap kritik ini dijadikan momentum untuk perbaikan menyeluruh, bukan hanya menyasar Kepala Dapur, tapi juga menyentuh sistem pengelolaan secara keseluruhan dalam program SPPG.
“Ketika anggaran terbatas menjadi alasan, maka inovasi, kemitraan lokal, dan akuntabilitas harus menjadi jawabannya. Ini menyangkut anak-anak kita, jangan anggap remeh,” pungkasnya.”(Tim/red)
Comment