PANDEGLANG|sergap24.com — Keberadaan sebuah batching plant pabrik pencampur beton di Kampung Sinarlaut, Desa Panimbangjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, menuai keluhan dari warga. Aktivitas operasional pabrik yang semakin intensif dinilai menimbulkan gangguan bagi pengguna jalan dan masyarakat sekitar, Selasa (30/09/2025).
Material seperti pasir dan semen disebut kerap tercecer di jalan raya, memicu kekhawatiran pengguna jalan akan risiko kecelakaan, terutama saat hujan. Selain itu, debu dari aktivitas pabrik turut menyelimuti pemukiman warga, menempel di rumah, tanaman, kendaraan, bahkan pakaian.
“Saya harus menyapu hampir setiap hari karena banyak limbah semen dan pasir yang terbawa kendaraan proyek. Kalau tidak dibersihkan, pelanggan di warung saya komplain,” ujar seorang pemilik warung yang enggan disebutkan namanya dalam rekaman suara yang beredar di kalangan warga.
Menanggapi keluhan tersebut, Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API) Kabupaten Pandeglang angkat suara. Ketua BARA API, Kasman, menyebut aktivitas pabrik batching plant tersebut patut dipertanyakan legalitas dan tanggung jawab lingkungannya.
“Berdasarkan kajian lapangan dan laporan dari aktivis kami, diduga kuat perusahaan belum mengantongi izin lingkungan yang semestinya. Ini termasuk dokumen AMDAL, UKL-UPL, serta izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” kata Kasman kepada Kompas.com, Senin (30/9/2025).
Kasman menegaskan, jika benar pabrik tersebut beroperasi tanpa kelengkapan izin yang sesuai, maka aktivitasnya berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup.
Sementara itu, Andi Irawan, Koordinator Lapangan Aksi (Korlap) dari BARA API Pandeglang, turut menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah terhadap operasional industri yang berdampak langsung kepada masyarakat.
“Kami menilai ada pembiaran dari aparat dan instansi terkait. Seharusnya, sebelum perusahaan seperti ini beroperasi, semua izin harus lengkap dan standar pengelolaan lingkungan harus terpenuhi. Ini bukan sekadar soal debu atau pasir, tapi menyangkut keselamatan dan kesehatan warga,” ujar Andi.
Andi menegaskan bahwa aksi turun ke lapangan yang dilakukan pihaknya bukan hanya bentuk protes, tapi juga seruan untuk menegakkan aturan dan memastikan hak-hak masyarakat tidak diabaikan.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya mendesak adanya langkah-langkah konkret dari perusahaan, seperti:
Pemasangan sekat atau jaring penutup di area penyimpanan material;
Penyemprotan air rutin untuk mengendalikan debu;
Penataan akses keluar masuk kendaraan proyek agar tidak mencemari jalan umum;
Transparansi izin usaha, termasuk pemasangan papan informasi legalitas perusahaan di lokasi.
“Kalau dalam waktu dekat tidak ada perbaikan, kami tidak segan akan menggelar aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar,” tegas Andi.
Mengacu pada Undang-Undang Lingkungan Hidup
Mengacu pada Undang‑Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan atau usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan wajib memiliki izin lingkungan yang meliputi dokumen AMDAL atau UKL-UPL, tergantung dari skala kegiatan.
Tanpa dokumen tersebut, operasional usaha dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Selain itu, pembangunan bangunan atau fasilitas industri wajib memiliki izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk memastikan standar keamanan dan kelayakan teknis terpenuhi.
Sementara itu, Korlap Aksi III TB. Aujani turut meminta agar pemerintah daerah dan instansi teknis terkait segera melakukan peninjauan lapangan.
“Kalau memang tidak sesuai izin, harus ditindak tegas. Jangan biarkan masyarakat jadi korban,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen batching plant yang berlokasi di Panimbangjaya belum memberikan tanggapan resmi. detikPerkara telah mengirimkan permintaan konfirmasi melalui pesan WhatsApp, namun belum mendapat balasan.”(Tim/red)
Comment