PANDEGLANG|sergap24.com – Dugaan permainan pelayanan pasien BPJS kembali mencoreng nama RSUD Aulia Pandeglang. Kasus yang menimpa Kasa (72), warga Desa Sumurlaban, Kecamatan Angsana, membuka tabir lemahnya transparansi rumah sakit milik daerah tersebut. Alih-alih mendapatkan haknya sebagai peserta BPJS, pasien justru diperlakukan sebagai pasien umum hanya karena tidak sampai 24 jam dirawat, dan ironisnya menerima bukti pembayaran berupa kwitansi tanpa stempel dan tanda tangan resmi RSUD. Jumat (03/10/2025).
dr. Rita Permata Sari, Direktur RSUD Aulia, berdalih bahwa status pasien gugur karena pulang atas kemauan sendiri sebelum 24 jam. “Kalau pasien pulang atas permintaan sendiri, maka sesuai PP Nomor 82 Tahun 2018 memang tidak ditanggung BPJS,” ujarnya.
Namun dalih itu justru makin menuai sorotan. Angga Iskandar Winata, Kasubag RSUD Aulia, menyebut kwitansi tanpa legalitas resmi hanyalah “human error”. “Itu sifatnya manusiawi, karena kita bukan malaikat,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang, Hj. Eniyati, SKM., M.Kes, mengaku kecewa. “Saya kaget melihat nota penagihan tanpa cap dan tanda tangan. Itu fatal. Walaupun sudah dijelaskan pihak RSUD bahwa itu human error, tetap saja hal seperti ini tidak boleh terjadi,” ucapnya.
Pernyataan-pernyataan tersebut tidak membuat GWI diam. Raeynold Kurniawan, Ketua GWI (Gabungannya Wartawan Indonesia) DPC Pandeglang, dengan lantang menegaskan bahwa dalih human error tidak bisa diterima. “Ini menyangkut hak rakyat kecil. Jangan-jangan BPJS-nya tetap dicairkan, sementara pembayaran pasien secara tunai juga diambil. Itu indikasi double klaim. Jika benar, maka ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Raeynold bahkan menuding alasan human error hanya akal-akalan. “Kwitansi dicetak komputer, bukan ditulis tangan. Kalau dibilang human error, memangnya listrik padam? RSUD itu beroperasi 24 jam. Jadi jelas ada yang ditutupi,” sindirnya.
Lebih keras lagi, Jaka Somantri, Sekjen AWDI (Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia) DPC Pandeglang, mendesak aparat hukum segera turun tangan. “Ini bukan hal sepele. Ini menyangkut integritas pelayanan kesehatan dan keuangan negara. Kami bersama GWI siap melaporkan kasus ini ke Polres Pandeglang dan bila perlu ke Kejaksaan Negeri Pandeglang, agar ada investigasi transparan,” tegasnya.
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 19 ayat (2): peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan medis, obat, dan perawatan.
PP Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 58 ayat (1): fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan sesuai indikasi medis dan tidak boleh menolak peserta.
Jika benar terjadi manipulasi dan double klaim, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini tidak boleh hanya selesai dengan alasan “human error”. Publik kini menanti langkah nyata aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik akan terus terkikis dan hak rakyat kecil akan kembali dipermainkan.”(Tim/red)
Comment