PANDEGLANG| Sergap24.com— Proyek Rehab Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) senilai Rp 92 juta yang dikerjakan Poktan Karya Mekar di wilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, kembali menuai sorotan tajam. Hasil pantauan langsung di lapangan ditemukan dugaan penggunaan material batu bekas, bahkan lebih parah lagi sejumlah pekerja mengungkapkan bahwa upah mereka diborongkan, bukan sistem harian sebagaimana mestinya.
Beberapa pekerja yang ditemui di lokasi menegaskan bahwa kondisi yang mereka alami jauh dari aturan teknis pelaksanaan proyek pemerintah.
“Ya sebagian matrial batu gunakan Batu bekas yang ada dilokasi pekerjaan. Kalau terkait Upah pekerja borongan pak, bukan harian. Yang penting disuruh cepat selesai,” ungkap salah satu pekerja yang meminta identitasnya dirahasiakan, Senin (24/11/2025)
Temuan ini tentu memunculkan tanda tanya besar mengenai integritas pelaksanaan proyek serta fungsi pengawasan dari dinas teknis dan konsultan pengawas yang seharusnya memastikan pekerjaan berjalan sesuai standar.
Namun, ketika dikonfirmasi secara langsung, Suherman, yang mengaku sebagai Ketua UPKK Poktan Karya Mekar, justru memberikan keterangan berbeda dengan apa yang diungkap para pekerja.
“Terkait upah pekerja itu harian pak. Kalau dari pihak konsultan pengawas, mereka baru tiga kali ke lokasi,” ujar Suherman.
Pernyataan tersebut justru semakin memperkeruh situasi, mengingat dugaan material tidak layak dan pola upah pekerja diduga tidak sesuai aturan. Minimnya kehadiran pengawas—yang disebut hanya tiga kali turun ke lokasi—memperlihatkan bahwa fungsi kontrol dari dinas terkait patut dipertanyakan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API), Andi Irawan, menyayangkan praktik dugaan penyimpangan tersebut. Ia menegaskan bahwa penggunaan material tidak layak dan pola upah yang tidak sesuai aturan merupakan indikasi lemahnya pengawasan.
“Kalau betul material bekas dipasang, itu sudah jelas penyimpangan. Ditambah upah pekerja yang diborongkan, ini menunjukkan minimnya kontrol pengawas dari dinas. Kehadiran pengawas hanya tiga kali itu tidak masuk akal untuk proyek APBN,” tegas Andi Irawan.
Menurutnya, proyek dengan anggaran publik tidak boleh dikelola secara asal-asalan, apalagi sampai merugikan pekerja dan menurunkan kualitas bangunan.
Sekjen AWDI Pandeglang, Jaka Somantri, juga menyampaikan kritik keras atas lemahnya fungsi pengawasan.
“Kami minta dinas teknis segera turun tangan. Kalau benar material bekas dipakai, itu sudah pelanggaran serius. Pengawas wajib ada bukan sekadar formalitas. Proyek ini harus diaudit total,” tegas Jaka.
Ia menambahkan bahwa AWDI akan terus mengawal persoalan ini dan siap mendorong langkah hukum bila ditemukan indikasi penyimpangan anggaran.
Dengan adanya dugaan penggunaan material tidak layak, upah pekerja yang dinilai tidak sesuai aturan, dan lemahnya pengawasan, masyarakat menilai proyek ini perlu ditangani secara serius oleh dinas terkait. Apalagi proyek RJIT bertujuan meningkatkan fungsi irigasi untuk petani, bukan justru menambah masalah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak dinas teknis belum memberikan keterangan resmi terkait temuan dan keluhan pekerja tersebut.”(Tim/red)


























Comment