WMNNews.TV, JATIM – Isu perilaku koruptif para pejabat negara, menteri, kepala daerah dan abdi negera di negeri ini tidak henti-hentinya mengusik ketenangan publik, setelah baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap (OTT) Walikota Bekasi Rahmat Effendi atas dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat.
Advokat H.Surjono, S.H, M.H, mengungkapkan, “Kejadian ini memperlihatkan sekaligus membuktikan betapa mirisnya moral dan mentalitas pejabat negara; di tengah kondisi dan situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan jurang krisis ekonomi nasional kian terkikis masih saja memanfaatkan keuangan negara untuk kepentingan pribadi.”
Pencapaian KPK ini tentu kembali menaruh harapan publik dalam pemberantasan korupsi, sekaligus mematahkan asumsi bahwa KPK tidak selamanya mengalami overwhelmed dalam hal pemberantasan korupsi semenjak revisinya muatan materiil Undang-Undang KPK yang terjadi pada 2019 silam (KPK kembali ke fitrahnya).
Asas Actori Incumbit Onus Probandi Dalam Pembuktian Pidana Korupsi
Pada dasarnya pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia lebih difokuskan pada proses peradilan pidana. Proses tersebut bermula dari tahap penyidikan, pembuktian, penuntutan hingga vonis hakim di pengadilan.
H. Surjono, S.H, M.H,. Pimpinan Kantor Advokat Surjo & Partners mengungkapkan bahwa dalam pembuktian dikenal beberapa teori, yakni teori positif, positive wetteljik bewijstheorie (pembuktian menurut undang-undang secara positif), teori conviction intime (pembuktian berdasarkan keyakinan hakim saja), teori conviction raisonnee (pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara logis)
dan teori negatif, negatief wettellijk bewijs theotrie (pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif).
Lanjut H. Surjono, S.H, M.H,. yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indomesia (GNPK-RI) Provinsi Jawa Timur menerangkan, apabila melihat 4 (empat) teori diatas, maka hukum acara pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettellijk bewijs theotrie) dengan didasarkan pada Pasal 183 KUHAP yang menyatakan :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
“Bahwa dari uraian Pasal 183 KUHAP tersebut dinyatakan, hakim memutus perkara pidana (menyatakan salah terhadap terdakwa) apabila didukung 2 (dua) alat bukti (teori positive wetteljik bewijstheorie) dan memperoleh keyakinan bahwa keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya (teori conviction raisonnee).” Terang H. Surjono, S.H, M.H,.
“Jadi terdapat penggabungan teori positive wetteljik bewijstheorie dan teori conviction raisonnee, sehingga dapat dikatakan KUHAP menganut ajaran teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettellijk bewijs theotrie).” Bebernya.
Dirinya menilai bahwa, hal ini selaras dengan asas actori incumbit onus probandi artinya siapa yang menuntut maka dia yang membuktikan. Dalam perkembangannya peraturan anti korupsi Indonesia memperkenalkan pembalikan pembuktian, khusus pada gratifikasi yang dianggap suap sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12B jo Pasal 37.
“Dalam perkara pidana pembuktian memiliki tujuan untuk mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran sejati (sesungguhnya). Hakim pidana dalam mencari kebenaran materiil, maka peristiwanya harus terbukti (beyond reasonable doubt).” Papar H. Surjono, S.H, M.H,. yang juga aktif dalam kegiatan sosial melalui Ambulance Gratis yang dikelolanya.
“Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata memiliki tujuan untuk mencari kebenaran formil, yaitu hakim tidak boleh melewati batas-batas permintaan diajukan oleh para pihak yang berperkara. Jadi hakim dalam mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan ‛preponderance of evidence‛.” Ujarnya.
Pembuktian adalah tahapan yang sangat esensial baik kepada terdakwa maupun penuntut umum. Dikatakan demikian karena ketika terjadi silang sengkarut pendapat antara terdakwa dan penuntut umum maka pembuktianlah yang akan menjadi rujukan hakim dalam menjatuhkan putusan.
Selain itu dalam peraturan anti korupsi juga memperluas episentrum alat bukti petunjuk dalam KUHAP. Perluasan ini sasarannya adalah untuk memudahkan penyidikan dan pembuktian tindak pidana korupsi. Pembalikan pembuktian juga diadopsi dalam peraturan anti pencucian uang.
Bahkan dalam peraturan a quo mengenalkan prinsip pembalikan pembuktian murni, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 77 jo Pasal 78. Jadi pembuktian yang awalnya hanya menjadi domain jaksa (beban pembuktian konvensional) kemudian mengalami pergeseran (shifting) kepada terdakwa (pembalikan beban pembuktian – reversal of burden of proof).
“Prinsip pembalikan pembuktian pada dasarnya terbagi dua yakni pembalikan pembuktian murni (absolut) yang dikenalkan dalam tindak pidana pencucian uang dan pembalikan pembuktian bersifat terbatas dan berimbang yang dikenalkan dalam tindak pidana korupsi.” Pungkas Advokat Surjono, S.H, M.H, selaku Pimpinan Kantor Advokat Surjo & Partners yang beralamat di Jl. Citandui 52 B Malang, Telp. (0341) 486603 Fax.(0341) 4345856.
Sebagai informasi, Kantor Advokat & Konsultan Hukum “SURJO & PARTNERS” secara professional memberikan pelayanan “highly specialiazed intelectual” dalam bidang jasa hukum (legal service) yang diatur menurut ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat : “Jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”. Menangani perkara secara transparan, flexible dan akuntabel.
Kantor Advokat & Konsultan Hukum “SURJO & PARTNERS” beralamat di Jl. Citandui 52 B Malang, Telp. (0341) 486603 Fax.(0341) 4345856 adalah Kantor advokat yang sangat berpengalaman dan profesional di Kota Malang.
Sebagai advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), yang sifatnya melayani dan membantu masyarakat maka akan selalu menjaga martabat profesi tersebut dan menjamin kerahasian segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan hukum Anda sebagai klien sesuai kode etik profesi.
Mencari keadilan bagi klien pencari keadilan, memperjuangkan keadilan dan akan siap menentang apabila keadilan tidak diberikan atau keadilan tidak ada. Itu pula sebabnya kita memegang motto: “Fiat Justitia Ruat Coelum” atau “Tegakkan Keadilan, Sekalipun Langit Akan Runtuh.“ “Percayalah, Bahwa Hidup Ini Tidak Selalu Akan Diwarnai Kebenaran Tetapi Juga Kesalahan Dan Karena Inilah Kodrat Kehidupan Duniawi Namun Demikian Tetap Takutlah Berbuat Kesalahan.”
H Surjono, SH, MM,. Managing partner Kantor Advokat dan Konsultan Hukum “Surjo and Partners” mendapatkan penghargaan sekaligus anugerah “Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019” pada kategori The Best Lawyer and Lawyer Office Service Exellent Of The Year, dari Indonesia Achievement Center yang bekerjasama dengan Tre Uno Event Management, yang diadakan di Tiara Ballroom Crowne plaza Hotel Jakarta. [Eka].
Comment