WNMNews.TV, JATENG – Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, diwujudkan dalam bentuk antara lain; mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi, dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia peringati Hari Antikorupsi Sedunia 2021 dengan menyerukan Hukuman Mati Bagi Koruptor.
Dalam peringatannya beberapa waktu lalu, GNPK-RI melakukan long match dari alun-alun menuju pendopo Kabupaten Batang, selain orasi memperingati Hakordia 2021 sekaligus melantik Pimpinan Daerah GNPK-RI Kabupaten Batang. Rabu (15/12/21).
GNPK-RI menilai bahwa Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, yang mana Perma tersebut banyak diapresiasi oleh berbagai pihak, khususnya DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan berbagai pihak lainnya.
Dalam Perma tersebut, MA membagi kategori koruptor menjadi lima yaitu paling berat, berat, sedang, ringan, dan paling ringan. Bagi koruptor yang masuk dalam kategori paling berat, siap-siap saja hakim akan memberikan hukuman hingga penjara seumur hidup dan bahkan hukuman mati.
Dalam orasinya di depan Pendopo Kabupaten Batang, Jawa Tengah, HM. Basri Budi Utomo menegaskan bahwa kehadirannya bukan untuk mendemo Pemerintah Kabupaten Batang, melain bentuk ekspresi dalam memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia.
Ketum GNPK-RI, HM. Basri Budi Utomo menyerukan kepada semau komponen Pemerintah Kabupaten Batang (Forkopimda Kabupaten Batang) bahwa, masyarakat butuh pengayoman dan perlindungan, bukan di korupsi.
“Hukuman yang ringan terhadap pelaku koruptor membuat kepala daerah lainnya berpotensi terjerat kasus yang sama. Oleh karenanya GNPK-RI meminta para Jaksa Penuntut Umum harus berani menuntut para koruptor dengan hukuman mati.” Tegas Basri. Jum’at (07/01/21).
“Apalagi saat ini, adalah saat dimana bangsa Indonesia tengah mengalami masa pendemi Covid-19 tentu pasal 2 ayat 2 UU Tipikor sudah tepat di sangkakan kepada para koruptor.” Tandas Basri.
Hal ini selaras dengan korupsi dilaksanakan ketika keadaan pandemi. Sebab, pandemi ditetapkan sebagai bencana nasional. Serta, bencana ini ditetapkan sebagai derajat paling tinggi.
GNPK-RI menilai, hukuman mati telah diatur pada pasal 2 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ayat (2) menyatakan bahwa “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Tegas Basri.
Konsideran Pasal ini menyebutkan “keadaan tertentu”, keadaan yang dimaksud adalah ketika bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana hukuman mati.
Selain hukuman mati, pemulihan aset dengan cara menyita seluruh aset koruptor merupakan bentuk keseriusan pemerintah atas maraknya korupsi di Indonesia.
Sesuai keputusan Presiden Joko Widodo, telah meneken UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Undang-Undang itu diteken pada 31 Desember 2021 dan diundangkan pada hari yang sama. Salah satu poin perubahan dalam UU Kejaksaan tersebut mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan.
Di antaranya, ada penambahan kewenangan pemulihan aset. “Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak,” demikian bunyi Pasal 30A UU 11/2021.” Pungkas Basri. [Eka].
Comment