PANDEGLANG|sergap24.com– Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat dalam pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Mahendra, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang.
Menurut informasi yang dihimpun, para peserta program PTSL di desa tersebut diminta untuk membayar biaya sebesar Rp500 ribu per sertifikat oleh pihak panitia. Dugaan pungli ini menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk awak media yang mencoba mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut langsung kepada Kepala Desa Mahendra.
Namun sayangnya, hingga berita ini diturunkan, oknum Kepala Desa Mahendra terkesan enggan memberikan klarifikasi. Beberapa kali dihubungi melalui pesan WhatsApp, yang bersangkutan tidak memberikan respons apapun. Sikap bungkam ini menimbulkan dugaan bahwa yang bersangkutan “alergi terhadap media” dan tidak siap memberikan hak jawab terkait isu yang berkembang.
Padahal, konfirmasi dan hak jawab dari pihak terlapor merupakan bagian penting dalam prinsip jurnalisme yang berimbang. Publik pun berhak mengetahui kejelasan informasi ini, terlebih program PTSL merupakan program nasional yang bertujuan untuk membantu masyarakat memperoleh sertifikat tanah secara gratis atau hanya dibebankan biaya sesuai SKB tiga menteri.
Sejumlah warga yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa pungutan tersebut sudah terjadi sejak awal proses pengumpulan berkas, tanpa adanya rincian resmi atau kuitansi.
“Katanya sih buat biaya pengukuran, patok, dan operasional panitia. Tapi enggak ada rinciannya, cuma dibilang Rp 500 ribu,” ungkap salah satu warga peserta PTSL.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal AWDI DPC Pandeglang, Jaka Somantri, angkat bicara. Ia menilai sikap tertutup Kepala Desa Mahendra justru menimbulkan kecurigaan.
“Kami dari AWDI DPC Pandeglang mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), Kejaksaan, dan instansi terkait lainnya, termasuk BPN Pandeglang, untuk segera turun tangan dan memeriksa dugaan pungli yang terjadi di Desa Mahendra. Jangan sampai program nasional yang tujuannya mulia malah dijadikan ladang pungli oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” tegas Jaka.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk menghimpun data dan keterangan dari warga yang merasa dirugikan.
“Kepala desa seharusnya menjadi contoh keterbukaan. Bukan malah bungkam saat diminta hak jawab. Ini mencederai transparansi dan akuntabilitas publik,” lanjutnya.
Dugaan praktik pungli dalam program PTSL ini perlu diusut tuntas agar tidak menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan program serupa di desa-desa lain di Kabupaten Pandeglang.(Tim/red)
Comment