PANDEGLANG|sergap24.com — Polemik belum dibayarkannya insentif kader Posyandu dan guru ngaji selama 10 bulan di Desa Cikayas, Kecamatan Angsana, kembali melebar. Alih-alih memberikan penjelasan transparan kepada publik, Kepala Desa Cikayas justru mengarahkan sorotan kepada DPMPD Kabupaten Pandeglang. Dalam pernyataannya, Kades mengklaim bahwa “tiga bulan sudah dibayar, sisanya belum cair dari DPMPD.”
Pernyataan tersebut dikritik keras karena dinilai berusaha melemparkan tanggung jawab ke pihak lain, padahal mekanisme pengelolaan dan realisasi insentif berada langsung di bawah kewenangan Pemerintah Desa melalui APBDes.
Analisis Hukum: Pernyataan Kades Dinilai Menyalahi Mekanisme Regulasi
Sejumlah pemerhati kebijakan desa menilai bahwa dalih “belum cair dari DPMPD” tidak berdasar, karena:
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Menegaskan bahwa perencanaan, penganggaran, dan realisasi belanja desa sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Desa, bukan DPMPD.
2. Permendagri 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
• Pasal 3 & 4: Kades adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.
• Pasal 18–20: Belanja desa wajib direalisasikan sesuai APBDes dan tepat waktu.
3. Permendagri 73/2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa
DPMPD tidak memegang uang insentif; mereka hanya melakukan pembinaan dan pengawasan, bukan pencairan dana.
Dengan demikian, pernyataan Kepala Desa bahwa keterlambatan insentif “karena belum cair dari DPMPD” dinilai menyesatkan, berpotensi mengaburkan kewajiban hukum pemerintah desa, bahkan bisa dianggap upaya menghindari tanggung jawab administratif.
Ketua GWI Kabupaten Pandeglang, Reynold Kurniawan, menegaskan bahwa Kades tidak boleh sembarangan menyalahkan DPMPD tanpa dasar hukum.
“Ini alasan klasik yang selalu dipakai ketika pemerintah desa tidak mampu mengelola dana. Dana insentif kader itu melekat di APBDes, bukan menunggu dari DPMPD. Kalau belum dibayar 10 bulan, yang bertanggung jawab ya Kepala Desa, bukan dinas,” tegas Reynold.
Reynold meminta DPMPD Pandeglang tidak membiarkan pernyataan keliru ini berkembang, karena dapat menciptakan preseden buruk di desa lain.
“Kami mendesak DPMPD memanggil Kades Cikayas untuk meminta klarifikasi resmi. Jangan sampai publik disesatkan. Jika ada indikasi salah kelola, harus dibuka dan diaudit,” tambahnya.
Ketua Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API), Andi Irawan, ikut menyoroti manuver sang Kades.
“Pernyataan Kades yang menyalahkan DPMPD justru memperkuat dugaan bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan desa. DPMPD tidak pernah memegang anggaran insentif. Itu tanggung jawab desa. Jadi kalau sampai 10 bulan belum dibayar, kita patut curiga ada apa di internal desa,” ucap Andi dengan nada keras.
BARA API akan menindaklanjuti temuan ini. Jika ada unsur kelalaian atau penyimpangan, kami akan dorong dilakukan pemeriksaan mendalam kepada dinas dinas terkait.
Persoalan ini diyakini tidak akan selesai hanya dengan saling lempar pernyataan. DPMPD Pandeglang diminta segera turun tangan untuk, memastikan apakah anggaran insentif sudah dianggarkan sesuai APBDes, memeriksa dokumen realisasi belanja, melakukan audit internal terhadap Desa Cikayas, menegur Kades jika terbukti membuat pernyataan yang menyesatkan publik.
Sementara itu, DPMPD Kabupaten Pandeglang belum memberikan tanggapan resmi, meski Redaksi sudah melayangkan surat konfirmasi dan Klarifikasi, sampai di tayangkan kembali pemberitaan. (Tim/red)


























Comment