BANTEN|sergp24.com– Dugaan ketidakprofesionalan dan rendahnya sensitivitas pelayanan publik kembali dipertontonkan BPJN Banten dalam penanganan aspirasi warga dan GOWI terkait Proyek Peningkatan Jalan Sukawaris–Tanjungan senilai Rp 22,8 miliar lebih. Bukannya memberikan ruang audiensi resmi sebagaimana lazimnya instansi negara yang mengelola anggaran besar, BPJN Banten justru menyambut rombongan Gabungan Organisasi Wartawan Indonesia (GOWI) di bawah pohon mangga, tepat di samping pos keamanan kantor.
Perlakuan itu terjadi pada agenda Konferensi Pers dan Audiensi yang digelar GOWI pada 13–14 November 2025, yang mempersoalkan sejumlah temuan di lapangan terkait dugaan ketidaksesuaian spesifikasi teknis pada dua proyek besar tersebut — Segmen 2 oleh CV Sentosa Banten Raya dengan anggaran Rp 12,275 miliar dan Segmen 1 oleh CV Kongsi Baru senilai Rp 10,538 miliar.
Perwakilan GOWI, Humaedi, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan yang terang-terangan terhadap hak rakyat.
“Kami datang membawa aspirasi masyarakat, bukan main-main. Tetapi BPJN Banten malah menyambut kami di bawah pohon mangga. Ini pelecehan terbuka terhadap publik. Etikanya di mana? Wibawa lembaganya di mana?” tegas Humaedi dengan nada geram.
Suara keras juga datang dari perwakilan GOWI lainnya, Jaka Somantri, BPJN Banten ini seolah-olah tidak butuh pengawasan publik. Kalau menerima audiensi resmi saja dilakukan di bawah pohon, apa yang bisa kita harapkan dari transparansi proyek miliaran? Ini penghinaan terhadap proses demokrasi dan pengawasan masyarakat.
Ia menambahkan bahwa sikap semacam ini justru menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang ingin ditutup-tutupi.
“Ketika lembaga negara enggan membuka pintu secara terhormat, itu pertanda ada yang tidak beres. Kami sangat mencatat ini,” lanjutnya.
Dalam audiensi tersebut, salah satu perwakilan Satker BPJN Banten 2, Rizky Prasetyo, memberikan pernyataan tegas bahwa, jika pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, maka tidak dilakukan pengukuran volume sebagai dasar pembayaran.
Pernyataan itu kemudian ditulis secara resmi dalam berita acara, dinotulenkan, dan ditandatangani langsung oleh Rizky.
GOWI mengapresiasi kejelasan pernyataan tersebut, namun menilai sikap kelembagaan BPJN Banten tetap menunjukkan ketidakseriusan dalam menghormati proses konfirmasi dan klarifikasi.
Menurut GOWI, tindakan memilih lokasi “di bawah pohon mangga” menjadi simbol nyata buruknya manajemen pelayanan publik BPJN Banten.
“Ini memalukan. Lembaga negara kok memperlakukan tamu resmi seperti masyarakat kelas dua. Padahal yang kami bicarakan adalah uang negara miliaran rupiah,” kata Jaka Somantri
GOWI menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada audiensi tersebut. Proses pengawasan publik akan terus digencarkan, termasuk kemungkinan meminta evaluasi kinerja pejabat terkait oleh Kementerian PUPR.
“Kalau BPJN Banten tidak mau berbenah, maka publik yang akan memaksanya. Kami tidak akan tinggal diam,” tutup Jaka Somantri.(Tim/red)


























Comment