PANDEGLANG|sergap24.com — Dugaan penggunaan material urugan tanah tanpa izin pada proyek APBD Provinsi Banten di salah satu ruas Jalan Nasional Saketi-Picung Kabupaten Pandeglang menimbulkan sorotan tajam dari publik dan kalangan pers. Pasalnya, praktik tersebut bukan hanya melanggar aspek teknis konstruksi, tetapi juga berpotensi melanggar hukum pidana pertambangan.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), pengambilan bahan galian seperti tanah urug harus dilakukan oleh pihak yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Tanpa izin resmi, aktivitas tersebut dikategorikan ilegal dan dapat dijerat sanksi pidana berat.
Pasal 161 UU Minerba secara tegas menyebut:
“Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, mengolah, atau memasarkan hasil tambang tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Ketua Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) DPC Kabupaten Pandeglang, Reaynold Kurniawan, angkat bicara terkait dugaan penggunaan material ilegal dalam proyek jalan yang bersumber dari dana APBD Provinsi Banten tersebut.
“Ini bukan pelanggaran ringan. Penggunaan tanah urug tanpa izin tambang merupakan pelanggaran pidana sesuai UU Minerba. Baik kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, maupun pejabat yang menutup mata terhadap praktik itu bisa dimintai pertanggungjawaban hukum,” tegas Reaynold, Kamis (6/11/2025).
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan instansi teknis terkait.
“Proyek APBD, apalagi yang menyentuh jalan nasional, harus transparan. Asal-usul materialnya harus jelas. Jangan sampai proyek yang dibiayai uang rakyat justru melibatkan aktivitas tambang ilegal,” ujarnya.
Reaynold menjelaskan, praktik penggunaan tanah urug ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan negara karena tidak ada setoran pajak atau retribusi dari aktivitas tambang liar tersebut. Selain itu, penggunaan material tanpa uji kualitas berpotensi menurunkan daya tahan konstruksi jalan.
“Kalau materialnya tidak sesuai standar, jalan bisa cepat rusak. Negara rugi dua kali: pertama dari sisi pajak tambang, kedua dari kualitas pekerjaan yang buruk,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan adanya dampak lingkungan serius, seperti kerusakan lahan dan pencemaran akibat pengambilan material secara sembarangan.
Ketua GWI Pandeglang itu mendesak aparat penegak hukum, termasuk Polres Pandeglang, Kejaksaan Negeri Pandeglang, serta Inspektorat Provinsi Banten, untuk turun melakukan penyelidikan terkait dugaan penggunaan material tanpa izin di proyek tersebut.
“Kami dari GWI mendesak aparat hukum dan pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh. Jangan ada pembiaran. Kalau memang legal, tunjukkan dokumen izin tambangnya. Kalau tidak ada, itu pelanggaran berat,” tegas Reaynold.
Menurutnya, wartawan dan lembaga kontrol sosial memiliki peran penting untuk memastikan proyek-proyek pemerintah berjalan transparan, legal, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat.
“GWI akan terus mengawal dan menyoroti setiap proyek APBD maupun APBN agar tidak ada praktik kecurangan dan pelanggaran hukum di lapangan,” pungkasnya.” (Tim/red)


























Comment