PANDEGLANG – Keresahan publik terhadap tata kelola rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali mengemuka, menyusul temuan janggal dalam proses pengusulan calon tenaga pendidik di Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang. Sejumlah warga dan pemerhati pendidikan mendesak pemerintah daerah melalui instansi terkait untuk tidak meloloskan usulan PPPK yang terindikasi bermasalah secara administratif maupun etika.
Sorotan tertuju pada kasus pengusulan peserta PPPK berinisial MCD, yang belakangan diketahui belum memenuhi syarat minimal kualifikasi pendidikan—masih berstatus sebagai mahasiswa aktif dan belum menamatkan jenjang D4/S1 sebagaimana diatur dalam regulasi nasional.
Lebih mencengangkan, dokumen resmi berupa Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dalam proses usulan tersebut ditandatangani langsung oleh kepala sekolah yang tak lain adalah ayah kandung dari calon peserta. Fakta ini menguatkan dugaan konflik kepentingan serta membuka kembali perbincangan mengenai lemahnya integritas birokrasi dalam sektor pendidikan lokal.
Ketua Jurnalis Banten Bersatu (JBB) Kasman meminta pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD), untuk tidak meloloskan usulan PPPK yang terbukti cacat secara administratif, jangan sampai ada pembiaran terhadap kasus-kasus seperti ini karena akan mencederai kredibilitas sistem seleksi ASN, sekaligus menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses rekrutmen aparatur sipil negara.
“Pemerintah tidak boleh bersikap kompromistis terhadap pelanggaran yang bersumber dari konflik kepentingan. Ini bukan hanya persoalan administratif, melainkan persoalan etika dan integritas lembaga pendidikan,” tegas Kasman dalam keterangannya kepada media pada Senin, (6/10/2025).
Ia juga menggarisbawahi bahwa tata kelola PPPK harus mencerminkan prinsip merit system, bukan sekadar formalitas pengisian formasi, dan peran Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Patia, yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan secara optimal. Ketiadaan langkah korektif atau investigatif dari Korwil memperkuat asumsi adanya pembiaran sistemik dalam proses seleksi.
“Korwil bukan hanya petugas administratif. Mereka adalah garda terdepan dalam menjamin akuntabilitas dan kepatuhan regulasi di tingkat satuan pendidikan. Jika mereka abai, maka sistem akan runtuh dari bawah,” imbuh Kasman.
Kasman mengungkapkan bahwa sebagai bagian dari sistem birokrasi pendidikan, Korwil memiliki tugas strategis sesuai ketentuan yang tertuang dalam regulasi daerah, termasuk pengawasan dan validasi proses kepegawaian di sekolah-sekolah, dan pengakuan Kepala Sekolah dalam penandatanganan dokumen pengusulan patut dipertanyakan.
“Pengakuan terbuka Kepala SDN Ciawi 2—yang juga orang tua MCD—tentang penandatanganan SPTJM, menambah kompleksitas persoalan. Alih-alih menjadi bentuk transparansi, pernyataan tersebut justru memperkuat indikasi pelanggaran etika dan profesionalisme jabatan, Hal ini mencerminkan adanya conflict of interest yang terang-benderang. Semestinya, sistem memiliki mekanisme penyaringan yang mampu mendeteksi dan menolak usulan semacam ini sejak dini,” ujar Kasman.
Ketua Jurnalis Banten Bersatu juga menyerukan dilakukannya audit menyeluruh terhadap proses seleksi PPPK di wilayah Pandeglang, khususnya Kecamatan Patia. Pemerintah diminta melibatkan lembaga independen, seperti Inspektorat Daerah atau Ombudsman, agar hasil evaluasi tidak sarat kepentingan.
“Reformasi tata kelola pendidikan harus dimulai dari akarnya. Bila akar sudah keropos karena praktik nepotisme dan lemahnya pengawasan, maka pembangunan pendidikan hanya akan menjadi slogan kosong,” tegas Kasman.
Ia mengatakan, Pendidikan Butuh Integritas, Bukan Kompromi
Dalam konteks pembangunan jangka panjang, pendidikan menuntut komitmen moral yang tinggi dari semua pihak yang terlibat. Penegakan aturan bukan sekadar untuk menjaga prosedur, melainkan untuk melindungi esensi pendidikan sebagai fondasi masa depan bangsa.
“Jika sistem pendidikan dikorbankan demi kepentingan sesaat atau relasi personal, maka kita sedang membiarkan anak-anak kita tumbuh di atas pondasi yang rapuh. Saatnya negara hadir, menegakkan integritas tanpa kompromi.” pungkas Ketua JBB.”(Tim/red)
Comment