PANDEGLANG|sergap24.com – Ramainya pemberitaan terkait dugaan adanya praktik tidak wajar antara oknum Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Desa Cikuya dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cikuya semakin memanas. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Formulir SPR atau CIP Bank Mandiri—dokumen penting untuk proses layanan Bank bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM)—tidak diserahkan kepada pihak Desa sebagaimana mestinya, melainkan langsung diberikan kepada Ketua BPD, Satim.
Temuan ini memunculkan tanda tanya besar mengenai aliran dokumen, kepatuhan prosedur, dan potensi penyimpangan kewenangan. Padahal, pendamping PKH semestinya hanya menjalankan fungsi pendampingan, verifikasi, dan fasilitasi, bukan mentransfer dokumen vital ke pihak tertentu tanpa koordinasi resmi dengan Pemerintah Desa.
Seorang perangkat Desa Cikuya yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkap fakta janggal terkait distribusi formulir tersebut.
“Betul, Formulir SPR atau CIP dari Bank Mandiri tidak diserahkan ke Desa oleh Pak Iyep, pendamping PKH. Tidak ada komunikasi apa pun. Tahu-tahu formulir itu justru berada di tangan Pak Satim, Ketua BPD Cikuya.
Lebih jauh ia menambahkan bahwa setelah pencairan PKH berlangsung, muncul fenomena yang semakin menebalkan dugaan adanya jalur koordinasi tidak resmi.
“Yang lebih aneh, setelah pencairan, banyak KPM PKH yang datang mencari Pak Satim. Sementara mereka yang belum cair malah mencari ke kantor Desa.
Situasi ini, menurutnya, tidak lazim dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara pendamping PKH dan unsur BPD.
Dugaan “Koordinasi Gelap” Pendamping PKH–BPD?
Beberapa unsur masyarakat mulai mempertanyakan:
Mengapa formulir dari Bank tidak diserahkan kepada Pemerintah Desa?
Mengapa justru jatuh ke tangan BPD yang secara struktur tidak berwenang mengelola dokumen PKH?
Mengapa KPM mencari Ketua BPD setelah pencairan?
Apakah ada indikasi pengaruh, tekanan, atau janji tertentu kepada KPM?
Minimnya transparansi dan distribusi dokumen yang tidak sesuai SOP membuat dugaan “permainan senyap” dalam proses administrasi PKH menguat di lapangan.
Iyep (Pendamping PKH) dan Satim (Ketua BPD) Bungkam
Upaya konfirmasi kepada Iyep dan Satim hingga berita ini diturunkan tidak membuahkan respons.
Keduanya memilih diam, meski isu telah menjadi konsumsi publik dan memicu keresahan para KPM PKH.
Diamnya kedua pihak ini justru menambah spekulasi masyarakat bahwa ada hal yang ditutupi dalam proses distribusi formulir dan alur pencairan PKH.
AWDI DPC Pandeglang Angkat Bicara: “Ini Patut Diduga Ada Indikasi Penyimpangan Kewenangan”
Sekjen AWDI DPC Kabupaten Pandeglang, Jaka Somantri, dengan tegas menyoroti dugaan penyimpangan tersebut.
“PKH adalah program negara yang sangat sensitif dan harus diawasi ketat. Bila benar formulir SPR dari Bank Mandiri diserahkan ke pihak yang tidak berwenang, ini bukan hanya janggal—ini patut diduga melanggar SOP dan berpotensi masuk kategori penyalahgunaan kewenangan.
Jaka menekankan bahwa pendamping PKH memiliki aturan baku dari Kementerian Sosial terkait distribusi data dan koordinasi.
“Pendamping PKH tidak boleh mengalihkan dokumen resmi ke pihak yang tidak memiliki tupoksi. BPD bukan lembaga teknis PKH, bukan operator data, dan bukan fasilitator pencairan. Jika ini benar terjadi, kami mendorong Pemerintah Daerah dan APH melakukan pemeriksaan.
Ia menambahkan, praktik seperti ini dikhawatirkan membuka ruang permainan:
pengkondisian KPM,
pungutan terselubung,
kontrol informal terhadap pencairan,
hingga potensi jual-beli informasi bantuan sosial.
“AWDI akan mengawal kasus ini. Jangan sampai hak KPM dipermainkan oleh oknum yang memanfaatkan jabatan.” tegasnya.
Publik Menanti Kejelasan, Jangan Ada “Tangan-Tangan Tak Terlihat” di Program PKH
PKH adalah program kerakyatan berbasis hak, bukan arena permainan oknum.
Distribusi dokumen, verifikasi, dan pencairan harus dilakukan secara transparan, terstruktur, dan sesuai SOP Kementerian Sosial.
Hingga kini, publik masih menunggu:
penjelasan resmi pendamping PKH,
klarifikasi Ketua BPD,
langkah Pemerintah Kecamatan,
dan respons Bank Mandiri selaku penerbit formulir SPR/CIP.
AWDI menegaskan bahwa dugaan penyimpangan seperti ini tidak boleh dibiarkan, karena berpotensi merugikan banyak keluarga miskin penerima manfaat.
Redaksi terus membuka hak jawab dan klarifikasi sesuai Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.”(Tim/red)


























Comment