PANDEGLANG – Aroma ketidakberesan di tubuh RSUD Aulia Pandeglang semakin menyengat. Gabungan Organisasi Wartawan Indonesia (GOWI) Kabupaten Pandeglang — yang di dalamnya tergabung Gabungan Wartawan Indonesia (GWI), Media Online Indonesia (MOI), serta Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) — memastikan akan melayangkan surat resmi dan menggelar konferensi pers ke Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Senin, 06 Oktober 2025.
Langkah ini diambil setelah mencuat dugaan kwitansi bodong yang diberikan pihak RSUD Aulia kepada pasien Tn. Kasa dan keluarganya. Kasus bermula ketika pasien peserta BPJS Kesehatan justru menerima kwitansi pembayaran non-BPJS yang diduga tidak sah dan berbeda dari kwitansi yang ditunjukkan pihak rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang. Ironisnya, dinas terkait justru diam tanpa tindakan tegas, sementara pihak RSUD Aulia berdalih bahwa hal itu terjadi karena “human error”.
.
Ketua GWI DPC Kabupaten Pandeglang, Reynold, menegaskan pihaknya akan terus mengawal persoalan ini sampai tuntas.
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini menyangkut hak masyarakat kecil. Jangan jadikan alasan human error sebagai tameng atas kesalahan yang merugikan pasien. Kami akan bawa persoalan ini ke ranah hukum jika perlu,” tegas Reynold.
Sementara itu, H. Imron, pengurus MOI DPC Kabupaten Pandeglang, menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang.
“Kami menilai ada indikasi kuat adanya permainan dalam administrasi keuangan RSUD Aulia. Dinas Kesehatan harus turun langsung memeriksa kebenaran kwitansi tersebut. Jangan tutup mata,” ujarnya.
Di sisi lain, Jaka Somantri, Sekretaris Jenderal AWDI DPC Kabupaten Pandeglang, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar kelalaian, melainkan bentuk ketidakjujuran yang melanggar nilai moral dan hukum.
“Pers akan terus mengawal kebenaran. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat penyembuhan, bukan tempat lahirnya ketidakadilan. Kami akan pastikan Dinas Kesehatan Provinsi Banten menindak tegas kasus ini,” tegas Jaka Somantri.
Kasus dugaan kwitansi bodong ini bukan hal sepele. Berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana, administrasi, dan etika pelayanan kesehatan, sebagaimana diatur dalam:
1. KUHP Pasal 263
Barang siapa membuat atau menggunakan surat palsu (termasuk kwitansi), dapat dipidana penjara hingga 6 tahun.
“Kwitansi bodong termasuk surat palsu karena menimbulkan hak dan kewajiban keuangan yang tidak benar.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 32 ayat (1): Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu.
Pasal 190 ayat (1): Mengeluarkan pernyataan palsu yang merugikan pelayanan kesehatan dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 29 huruf (c) dan (d): Rumah sakit wajib memberikan pelayanan jujur, transparan, dan akuntabel.
Pasal 46: Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas setiap kerugian akibat kelalaian pegawai atau tenaga kesehatannya.
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan
Pasal 19 dan 55: Fasilitas kesehatan dilarang memungut biaya tambahan kepada peserta BPJS di luar ketentuan resmi.
5. Permenkes No. 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Hak Pasien
Pasal 3 huruf (c): Rumah sakit wajib memberikan informasi biaya secara transparan.
Pasal 4 ayat (2): Dilarang melakukan pemalsuan data administrasi pasien.
Langkah GOWI Pandeglang melaporkan kasus ini ke Dinas Kesehatan Provinsi Banten menjadi sinyal keras agar instansi terkait tidak membiarkan penyimpangan administratif dan dugaan manipulasi keuangan di sektor kesehatan.
Publik kini menanti: apakah Dinas Kesehatan Provinsi Banten akan bersikap tegas menegakkan aturan, atau justru membiarkan kasus dugaan kwitansi bodong ini tenggelam di balik alasan klasik “human error”?
Dalam pernyataannya, GOWI Pandeglang menyerukan agar seluruh tenaga kesehatan, pejabat publik, dan lembaga pelayanan masyarakat menjunjung tinggi kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab moral.
“Ketika kejujuran mati, pelayanan akan kehilangan nuraninya. Kami, insan pers, tidak akan pernah berhenti menegakkan kebenaran demi keadilan bagi rakyat kecil,” tegas perwakilan GOWI dalam pernyataannya.
GOWI menegaskan, pers bukan musuh, tetapi mitra moral bangsa yang hadir untuk memastikan setiap kebijakan dan pelayanan berjalan di jalur kebenaran. Sebab, kebebasan pers adalah hak asasi, dan tanggung jawab moral wartawan adalah menjaga agar kebenaran tidak pernah padam.”(Tim/red)
Comment