Maluku Utara – Sergap24.com // Dugaan korupsi Dana Desa (DD) di Desa Baru, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, semakin menyeruak ke permukaan. Masyarakat dan tokoh adat mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk segera turun tangan memeriksa Kepala Desa Baru, Munir Hj. Halek, yang diduga menyalahgunakan anggaran lebih dari Rp 300 juta.
Pemalangan kantor desa yang dilakukan sejak 1 September 2025 kini memasuki pekan kedua. Aksi ini merupakan bentuk protes warga yang menuntut keadilan atas dugaan praktik korupsi yang dianggap merugikan pembangunan desa.
Menurut keterangan warga, aksi pemalangan akan terus berlangsung hingga ada langkah nyata dari aparat penegak hukum. Mereka menilai diamnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Inspektorat Halmahera Selatan menunjukkan adanya pembiaran terhadap praktik korupsi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Halmahera Selatan, perwakilan Inspektorat Irban V secara terbuka mengakui adanya temuan sekitar Rp 300 juta berdasarkan audit tahun 2023. Namun, hingga saat ini belum ada proses hukum yang berjalan.
Lebih parah lagi, masyarakat menyoroti fakta bahwa pada 13 Mei 2024 lalu, Munir Hj. Halek menandatangani berita acara kesanggupan untuk melaksanakan pembangunan desa. Dalam surat itu, ia menyatakan siap diproses hukum jika melanggar. Sayangnya, janji itu dianggap warga hanya formalitas belaka.
Sejumlah dugaan penyimpangan mencuat ke publik. Mulai dari pembangunan gapura desa Rp 148 juta yang sudah mendapat hibah perusahaan, hingga program ketahanan pangan senilai Rp 174 juta yang ternyata fiktif. Bahkan, anggaran gorong-gorong Rp 86 juta pada tahun 2024 disebut tidak pernah dikerjakan.
Tidak hanya itu, beberapa kegiatan bantuan sosial juga diduga bermasalah. Program ibu hamil dan lansia Rp 83 juta yang diklaim dari Dana Desa justru sebenarnya sudah dibiayai hibah PT Harita Group. Begitu pula BLT Dana Desa senilai Rp 43 juta dan Rp 39 juta yang dipersoalkan warga karena tidak transparan.
Tokoh adat Ika Togale, Abdon Gogerino, menyatakan masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap kepala desa. “Kami minta KPK turun langsung. Kasus ini bukan lagi masalah kecil, tapi sudah menyangkut keuangan negara dan masa depan desa,” tegasnya.
Sikap tegas juga datang dari Imam Desa Baru, La Inta, yang menilai aparat hukum daerah lamban dalam menangani kasus ini. “Kalau kepolisian dan kejaksaan daerah tidak bergerak, maka masyarakat hanya bisa berharap pada KPK,” ujarnya.
Masyarakat juga menilai bahwa lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah menjadi penyebab terjadinya praktik penyalahgunaan Dana Desa. Mereka khawatir kasus seperti ini bisa terulang di desa-desa lain jika tidak ada tindakan tegas.
Menurut tokoh masyarakat Misdar, indikasi korupsi di Desa Baru sudah sangat jelas. “Audit sudah ada, buktinya lengkap, tapi kenapa tidak diproses? Ini yang membuat kami curiga ada permainan,” katanya.
Aksi pemalangan kantor desa kini tidak hanya menjadi isu lokal, tetapi mulai menjadi perhatian di tingkat kabupaten. Beberapa organisasi masyarakat sipil juga menyatakan siap mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Halmahera Selatan bahkan berencana melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Agung dan KPK RI. Langkah ini dianggap penting agar penanganan kasus tidak hanya berhenti di level daerah.
Desakan agar KPK turun tangan bukan tanpa alasan. Publik menilai, lembaga antirasuah itu memiliki kewenangan dan integritas lebih kuat untuk mengusut kasus korupsi Dana Desa, terutama ketika aparat hukum daerah dianggap lemah.
Warga Desa Baru juga menyinggung bahwa dugaan penyalahgunaan dana bukan hanya pada periode 2023–2024, tetapi juga sejak tahun 2017 hingga 2022. Jika dihitung secara keseluruhan, nilai kerugian desa diyakini bisa jauh lebih besar.
Sejumlah tokoh adat, seperti Ladama dan Hans Labage, turut menyuarakan agar pemerintah daerah tidak menutup mata. Mereka menekankan bahwa kepercayaan publik terhadap negara dipertaruhkan jika kasus ini dibiarkan.
Pemalangan kantor desa yang masih berlangsung saat ini menunjukkan konsistensi perlawanan warga terhadap korupsi. Meski dalam suasana tegang, masyarakat tetap menjaga agar aksi berlangsung damai tanpa gesekan.
Namun demikian, ketegangan bisa meningkat sewaktu-waktu jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Masyarakat mengaku siap melakukan aksi lebih besar bila tuntutan mereka terus diabaikan.
Kini, bola panas ada di tangan KPK RI. Masyarakat Halmahera Selatan menunggu keberanian lembaga antirasuah itu untuk membuktikan bahwa tidak ada satu rupiah pun dana desa yang boleh dikorupsi.
Rep_ags


























Comment